Madrasah hebat bermartabat- Lebih baik madrasah - Madrasah lebih baik

Breaking News
Showing posts with label Bronte. Show all posts
Showing posts with label Bronte. Show all posts

25 June 2020

KKMI Undaan Sosialisasikan Kurikulum Darurat Covid-19

Kabarmadrasah.com – Memasuki era new normal , madrasah sangat perlu untuk mengikuti kebijakan yang ada. Pada tahun pelajaran baru 2020/2021, madrasah akan kembali membuka Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka.

Untuk mendukung keberlangsungan kenormalan baru (new normal) dalam KBM, Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyyah (KKMI) Kecamatan Undaan Kudus menyelenggarakan Sosialisasi Kurikulum Darurat Covid-19 di MI NU Miftahul Falah Undaan Tengah Kudus (25/06/2020)

Dalam sambutannya, KH. Ali Murtafiin, S.Pd.I selaku Ketua KKMI Undaan menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan berdasarkan beberapa hal :

1.   KMA No 184 tentang Pedoman Implentasi Kurikulum pada Madrasah

2. Surat Edaran Mendiknas  No 15 tahun 2020 tentang pedoman penyelenggaraan  belajar di rumah dalam masa darurat penyebaran covid-19 .

3.   SK Dirjen Pendis No 2491/ 2020 tentang panduan kurikulum darurat covid 19

4.   Kakdik Tahun Pelajaran 2020/ 2021 sesuai SK Pendis no 2491 tahun 2020 .

5. SKB 4 menteri ( Kemendikbud , Kemenag , Kemendagri dan Kemenkes ) tentang panduan pembelajaran tahun ajaran baru di masa pandemi Covid-19 

6.   Rapat dinas Kasi Penmad dengan Pokjawas Kankemenag Kudus

7.    Rapat pengurus harian Pokjawas dengan KKMI se-kab Kudus .

8.   Rapat pengurus harian KKMI Undaan .

Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh 13 Kepala  Madrasah Ibtidaiyyah dan  13 Koordinator kurikulum MI sekecamatan Undaan, termasuk MI Raudlatut Tholibin Sambung Undaan Kudus yang baru saja mendapatkan Ijin Operasional (Ijop) dari Kementrian Agama

Beliau, KH. Ali Murtafiin menargetkan  bahwa awal tahun pelajaran 2020 / 2021, dokumen KTSP harus sudah bisa diimplentasikan oleh satuan pendidikan masing-masing MI sekecamatan Undaan

Bertindak sebagai narasumber dalam sosialisasi ini adalah H Masruchin , S.Ag, M.Pd selaku Pengawas Pemdidikan Madrasah Kecamatan Undaan Kudus dengan dibantu moderator dan operator oleh Supono, S.Pd.I, M.Pd.I.

Dengan jelas dan gamblang materi sosialisasi dipaparkan oleh beliau melaui slide proyektor dan dengan gaya dan bahasa yang khas,

Selanjutnya, sebagai tindak lanjut sosialisasi  disepakati bahwa koordinator  kurikulum besok Selasa 30 Juni 2020 akan melanjutkan penyusunan dokumen KTSP Darurat covid-19  yang akan bertempat MI NU Mawaqiul Ulum Medini untuk kemudian pada hari Kamis, 1 Juli 2020 akan diedit kevalidan dokumen KTSP dan dimintakan pengesahan Kakankemenag Kabupaten Kudus .

Dengan tetap  menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan upaya pencegahan penularan covid-19 diantaranya memakai masker, jaga jarak, cuci tangan dll kegiatan berlangsung dengan lancar dan selesai tepat sebelum tiba saatnya sholat dhuhur

Demikian artikel ini, semoga menambah maksimal pelayanan madrasah terhadap pendidikan, sesuai dengan motto "madrasah hebat bermartabat" 

www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
jangan lupa baca artikel :Download RPP Kelas 1 Kurikulum 2013 Revisi 2017
Baca selengkapnya ...

02 April 2020

Sekolah libur, mengapa banyak orang tua yang bingung?

Sebagai upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia, maka ada kebijakan untuk belajar di rumah bagi anak-anak sekolah . Libur sekolah yang lebih tepatnya adalah belajar di rumah tampaknya membuat pusing sebagian besar orang tua. Mereka kewalahan dan pontang-panting dengan mengganda profesi ibu rumah tangga plus jadi guru sementara. Barulah kita sadar bahwa selama ini banyak tertolong dengan adanya guru.

Pahlawan tanpa tanda jasa ia disebut. Ibarat pelita yang menjadi penerang dalam gulita. Tugasnya banyak, dari mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan yang utama ialah mendidik.

Islam pun memuliakan mereka dengan menggolongkannya sebagai orang-orang yang beruntung dan mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Allah SWT berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadalah:11)

Sebenarnya sekolah utama dan pertama si anak adalah ibu dan lingkungan keluarganya. Para orang tua harus bisa menjadikan momen lockdown ini sebagai moment spesial bersama anak dan keluarga.

Jika kurang mampu mengelola dan menciptakan suasana belajar efektif di rumah, maka orang tua bisa stres. Hingga akhirnya banyak putra-putri yang dibiarkan tanpa pengawasan, nonton televisi hiburan, bermain gadget , sehingga akan mengakibatkan gairah belajar turun saat masuk kembali ke sekolah. Pelajaran dan materi yang telah diajarkan oleh bapak/ibu guru pun semua seolah hilang entah kemana

Ciptakan suasana menarik dan asyik. Jalin komunikasi dan kedekatan lebih kepada anak. Dan islam dibangun atas pondasi ilmu dan pengetahuan. Nabi Muhammad SAW juga selalu mengutamakan ilmu dan menganjurkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًاً 

Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan  memudahkan urusan" 

Mu'awiyah bin Hakam berkata,

مَا رَأَيْتُ مُعَلِّماً قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيْماً مِنْهُ

“Belum pernah aku melihat orang yang lebih baik pengajarannya selain beliau (Nabi Muhammad SAW).”

Dalam riwayat dari Abu Dawud disebutkan,

فَمَا رَأَيْتُ مُعًلِّماً قَطٌّ أَرْفَقُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم

“Aku belum pernah melihat seorang pendidik yang lebih santun dari Rasulullah SAW.”

Tirulah Nabi yang mulia ketika menjadi pendidik, Wahai Ibu...

Jadikan saat ini , dimana liburan sekolah yang begitu panjang akibat kondisi wabah COVID-19 ini,  sebagai ladang pahala yang semakin luas untukmu. Bayangkan, 1 ayat, atau 1 huruf yang kau ajarkan untuk anakmu, akan bernilai pahala jariyah untukmu meski ragamu telah tiada.

Karena Rasulullah SAW bersabda yang artinya :

"Jika seorang manusia mati maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya."



www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
jangan lupa baca artikel :Download RPP Kelas 1 Kurikulum 2013 Revisi 2017
Baca selengkapnya ...

21 October 2019

KEUTAMAAN SHALAT MALAM


           Kabarmadrasah.com- Senang sekali saya bisa berjumpa kembali dengan sahabat semua dalam coretan yang sederhana ini, semoga silaturrahim kita meski lewat tulisan ini ada berkah dan manfaatnya, Aamiin
           Sahabatku, perkenankan pada coretan ini saya akan menyampaikan cerita tentang keutamaan sholat malam, dimana cerita ini saya ambil dari kitab An-Nawadir karya syekh Syihabuddin Al-Qalyubi.Untuk lebih jelasnya, yuk segera kita simak ceritanya :
Alkisah, ada seorang laki-laki yang membeli budak,  setelah transaksi pembelian selesai, si budak berkata dan mengajukan permohonan kepada tuan yang baru saja membelinya:
“ Wahai  tuanku, aku meminta darimu tiga syarat, Pertama : engkau tidak melarangku shalat ketika waktunya telah tiba.  Kedua, engkau mempekerjakan aku pada siang hari, dan jangan menyibukkanku pada malam hari. Ketiga, engkau memberikan aku sebuah rumah yang tidak dimasuki oleh siapapun, kecuali aku.”
  Tuanya berkata,” engkau memperoleh hak itu. Lihatlah rumah-rumah ini.”

Baca Juga

  Si budak berkeliling memilih rumah untuk tempat tinggalnya. Ia memilih rumah yang rusak dan hampir roboh
“ Mengapa engkau memilih rumah yang hampir roboh ini?’ tanya tuannya
“ Wahai Tuanku, ketahuilah bahwa rumah hampir roboh yang bersama Allah, maka sejatinya berdiri tegak dengan kebun indah.”
Tuanya diam mendengar jawaban itu
         Pada malam harinya,  si budak tinggal di tempat itu.  Suatu malam, tuannya mengundang teman-temannya untuk minum dan bersenang-senang bersama. Ketika tengah malam, dan teman-temannya telah pulang, ia berkeliling diantara rumah rumahnya.  pandangannya jatuh pada ruang si   budak.  Tiba-tiba, di sana terdapat pelita dari cahaya  yang bergantungan di langit.
Sementara itu, si budak sedang sujud bermunajat kepada Tuhannya, dan berkata,” Tuhanku, aku harus melayani tuanku pada siang hari.  Seandainya tidak ada ia, maka akan aku gunakan waktuku bagi-Mu,  baik siang maupun malam,   maka ampunilah aku !”
Tanpa beranjak dari tempatnya, majikan itu terus memandang budaknya dengan rasa takjub sampai terbit fajar.  Kemudian, pelita itu hilang dan yang tampak adalah atap rumah.  Setelah itu, ia datang kepada istrinya memberi tahu peristiwa yang baru saja dilihatnya

Baca Juga

            Pada malam berikutnya, ia dan istrinya sengaja melihat ruangan si budak dari luar.  Mereka melihat pelita yang bergantungan di langit itu menyinari si  budak.  Sementara ,  si budak bersujud dan bermunajat hingga terbit fajar 
Keesokan harinya, mereka memanggil si budak “ Engkau merdeka karena Allah swt  samata.  Sehingga  engkau boleh menggunakan waktumu untuk mengabdi kepada orang yang mengizinkan beberapa waktu untukmu, “ ucap mereka
        Setelah itu,  mereka memberitahu peristiwa yang mereka lihat tentang karomah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.. Mendengar ucapan itu,  ia langsung mengangkat tangannya ke langit :
“  Tuhanku,  aku meminta-Mu  agar tidak membuka tutupku  dan tidak menampakan keadaanku.  Apabila engkau telah membukanya,  maka ambillah aku kembali kepada-Mu.”
  Tiba-tiba, budak  itu meninggal dunia semoga Allah merahmatinya
         Sahabatku, dari sepenggal cerita tersebut, sahabat semua dapat menarik kesimpulan dan beragam hikmah yang tersurat maupun tersirat. Semoga cerita tersebut dapat memotivasi kita dalam bermunajat malam kepada Allah dengan ikhlas.
          Demikian coretan kisah ini semoga bermanfaat bagi kita semua dalam memposisikan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Kuasa.

www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
jangan lupa baca artikel : Menyemai kader nahdhiyyah dengan Tahlil
Baca selengkapnya ...

09 March 2019

SECANGKIR KOPI DAN SEPASANG AMPLOP PUTIH

Kabarmadrasah.com -


 “Kopinya pahit ndak apa-apa, Mi...” Seru Pak Kamad dari ruang keluarga kepada Bu Imah, sang Istri yang berada di dapur. Pada saat yang sama, sembari menekan-nekan tombol remot  televisi, Pak Kamad masih mencari acara dari stasiun satu ke stasiun tivi lain.

“Acara kok ndak  mutu kabeh! Isine ghibah,  sana ghibah  sini, yang sini tak kalah ghibah sana. Mumet ndas-ku.” Gerutu Pak Kamad. Remot-pun diletakkannya di atas meja tanpa memilih salah satu berita yang ada.
http://www.kabarmadrasah.com/
Source picture : internet

“Baaah... Yakin kopinya pahit? Nanti Abah bilang Umi pelit karena kasih  gula dikit. Bilang saja untuk ngirit  gula, Bah.” Balas Bu Imah dari arah dapur.
“Syukur nikmat, Mi. Biar kesehatan ini dijaga Gusti Pengeran terus. Banyak gula bisa bikin diabetes melitus.” Jawab lelaki berusia tiga puluh delapan tahunan itu pada Istrinya.
“Muter-muter, Bah. Kayak Mak Atun keliling gang menjajakan sayurnya saja,”

Denting suara adukan kopi pada cangkir berbahan aluminium bermotif batik hijau kuno, membuat telinga Pak Kamad semakin terbuai pada aroma racikan Coffee Robusta  dari tangan sang Istri itu.
“Aah... Cepat, Mi.”
Bu Imah pun berjalan ke arah ruang keluarga. Sekumpulan asap halus yang mengepul di atas permukaan kopi memulai pada perbincangan,
“Kopi yang pahit ini lho, Mi. Ada filosofinya.” Senyum Pak Kamad tertuai ke wajah Bu Imah.
Mbuh-lah, Mbok  ya jangan pakai bahasa yang tinggi-tinggi kalau  ngomong  sama Umi. Umi kan ndak  pernah ‘makan’ bangku kuliah.”

“Begini, Mi. Meyeruput pahit kopi ini, Ada makna kejujuran yang semakin langka. Sebagaimana Abah ibaratkan bahwa pahit kopi adalah kejujuran, maka sekarang banyak yang berselera menambahkan gula banyak agar pahit asli kopi tidak kelihatan, rela menggusur sebuah hakikat kejujuran untuk hasil yang manis. Yaaa, walaupun tak sadar yang terlalu manis malah beresiko penyakit.”

Baca Juga Artikel lainnya :



“Ngomong opo to, Bah? Pahit kopi, kejujuran, sing tak ngerteni  jika kopi semakin pahit, maka artinya Umi belum ke warung Mak Atun untuk beli gula. Lha uang belanja ini musti diirit. Ya to, Bah? Umi kan pengertian ndak asal bilang kurang sama jatah yang Abah kasih.”
“Hahahaha.” Tawa khas Pak Kamad tersimpul dari bibir berkumisnya.
“Kok malah tertawa to, Bah?” Heran Bu Imah. Pak Kamad pun merapat,
“Sini, Mi. Merapat ke Abah.”
“Ah, Abah! Ini siang bolong, Bah. Jangan dulu, Ozi juga lagi di halaman depan.” Bu Imah menangkis dengan ucapan.
“Ealaaah... Lha memang Abah arep njaluk ngopo ? Hahahaha.” Tawa yang semakin rekah di wajah Pak Kamad.

“Begini lho, Mi. Abah cuma mau bilang sesuatu ini, Mi.”
“Apa to, Bah?”
“Tadi pagi Abah dikasih dua amplop ini.” Sembari mengeluarkan dua buah amplop putih dengan tutup tanpa lem, bisa diintip berapa nominal di dalam amplop tersebut. Wajah Bu Imah pun tak bisa menyembunyikan binar-nya melihat amplop itu, Agak pura-pura ja’im (gengsi;red) tapi masih penasaran pada apa yang hendak dikatakan sang suami.

“Ini dari Lik Badrun, Mi. Semalam waktu Umi sudah tidur beliau mengetuk pintu rumah kita. Dan beliau memberikan dua amplop ini.” Memelan suara Pak Kamad di dekat telinga sang Istri.
“Berarti Lik Badrun mau kasih uang buat kita, Bah. Mungkin tahu kalau kita membutuhkan. Shodaqoh itu namanya, Bah. Kita terima saja.” Bujuk Bu Imah.

“Eits... Akadnya itu lho yang bikin Abah dilema.”

Baca Juga Artikel lainnya :

“Kayak anak muda saja dilema, galau, mbok ya diterima. Rejeki ditolak itu ndak baik, Bah.” Bu Imah mencoba mengarahkan jemarinya pada amplop di tangan Pak Kamad. Tapi tetap dengan agak elegan sedikit,

“Ngomong-ngomong... Isinya berapa to, Bah?”
“Warna merah pokoknya, Mi.”
“Nah... Dua warna merah berarti? Rejeki itu, Bah.”
“Akadnya itu lho, Mi. Kita diminta nyoblos gambar keponakannya di pileg  (pemilihan legislatif;red) nanti. Masalahnya nurani Abah mengatakan, kalau mencalonkan jadi anggota dewan modalnya dua kepala alias dua pemilih saja sudah segini, berapa akumulasi tarjet keluarga yang dibidiknya? Berapa nominal totalnya? Apa ya nanti ndak mikir balik modal? Apa kita tidak masuk dalam orang yang mendukung hal itu? Kalau balik modalnya pakai uang negara?”

Bu Imah agak memanyunkan bibir cemberutnya. “Ya wis  lah, Umi ndak komentar. Yang penting Abah ingat, ya? Gula di toples tinggal dikit, dua hari lagi bayar listrik, Ozi juga sepatunya sudah gak layak pakai, Bah.”

“Haduh istriku yang cantik ini, kalau itu konteks berbeda, Mi. Ada atau tidak uang panas ini, Insya Allah, Gusti Pengeran bakal nyukupi.” Mencoba Pak Kamad meyakinkan sang Istri.
“Tapi... Biasanya honor Abah tiga bulan sekali lho, Bah? Yakin ndak ngopi sampai tiga bulan mendatang?”

“Hehehehe... Ayu temen istriku kalau cemberut. Ndak usah mikir yang ndak-ndak to, Mi. Ini...” Pak Kamad mengeluarkan sebuah amplop di saku sebelahnya lagi.
“Ini buat Umi, Insya Allah halal. Tadi saat pulang dari Madrasah, Abah dipanggil Pak Cokro untuk memimpin doa di rumahnya. Hanif, Si Bungsu Pak Cokro ulang tahun.”

“Owalah, Alhamdulillah, Baaaah....” Girang Bu Imah sembari menciumi amplop yang satu itu, usai ia ambil dari tangan Pak Kamad.
“Rejeki istri sholihaaah.”

(bersambung)

By : 




Edisi Sebelumnya : Pak Kamad Part 2


www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
Jangan lupa baca artikel : KH. Ulil Albab Arwani pimpin Bimbingan Muqri' Yanbu'a

Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi Daftar Isi ]

Semoga bermanfaat dan jangan lupa  klik tombol like dan Share Terima Kasih
Baca selengkapnya ...

21 February 2019

KADO ULANG TAHUN PERNIKAHAN

Kabarmadrasah.com - 
Di sebuah ruang keluarga yang tak terbilang luas, Pak Kamad bercengkerama pada laptop dengan layar LCD sudah ada dua motif garis hitam. Mungkin sudah waktunya si leppy minta diganti, tapi selama masih bisa dipakai, ia mengabai kebutuhan itu karena cenderung memprioritaskan kebutuhan yang lain dulu.

“Bah...” Bisik Imah, sang istri.
“Ada apa, Umiiii?” Jawab Pak Kamad masih serius memandang layar di depannya.
“Minggu depan hari apa, Bah?” Tanya istri dengan harapan sang suami ingat hari ulang tahun pernikahan mereka.
Tapi Pak Kamad masih asyik dengan laptop-nya.
“Abah dengar gak sih?” Lebih sedikit keras suara sang istri.
“Iya, Abah dengar, Mi. Minggu depan, kan? Kalau ini hari Selasa, minggu depannya ya ketemu Selasa lagi.” Balas Pak Kamad santai.
“Iya hari apa di tanggal itu, Bah?”
“Kalau gak salah Selasa-nya pasaran Legi. Ada apa to, Mi?”
“Ah, Abah gak peka! Itu Selasa hari apa?”
“Selasa ya setelah hari Senin itu to, Mi. Memang ada apa dengan hari Selasa?”
“Abaaaah... Ah sudahlah, Umi mau tidur.”


Jemari Pak Kamad yang tadi mengetik di atas keyboard jadi jeda sejenak, sebenarnya ia hanya berpura-pura lupa hari apa tepat di Selasa itu, karena tak ingin sang istri berharap banyak pada moment ulang tahun pernikahannya. Dalam hati Pak Kamad bergumam,
“Gusti... Astaghfirullahal’adziiiim, Ampuni aku yang membuat jengkel istri, Gustiii.”

Keesokan paginya di Madrasah, Pak Kamad masih terselip rasa bersalahnya pada istri. Dalam benaknya berpikir, wajar kalau di hari ulang tahun pernikahan, sang istri ingin sesuatu yang spesial.
“Sampeyan mikir apa to, Pak Kamad?” Tanya Pak Nur, rekannya sesama pengajar di madrasah.

“Semalam istri ngambek. Sepertinya menginginkan sesuatu di hari ulang tahun pernikahan yang jatuh Selasa depan, Pak Nur.”
“Waduh, itu karena pengaruh teman-temannya mungkin. Lha wong istri saya juga begitu semenjak tak kasih fasilitas smartphone. Teman alumni madrasahnya ada yang posting apa, ia jadi terpengaruh. Padahal dulu ndak pernah mikir soal anniversary-anniversary nan.”
“Istriku yang belum kena polusi smartphone saja sepertinya pengen ada anniversary gitu, Pak Nur. Entah dari infotainment tivi mungkin.”

“Nah, sampeyan kado panci serbaguna saja. Aku dulu gitu. Bu Ida ada nomor kontak sales panci serbaguna tersebut. Biasanya para istri suka dengan alat masak yang serbaguna. Kenapa Pak Kamad tak coba memberi kado barang itu saja. Pasti istri Pak Kamad juga suka.” Saran Pak Nur.
“Wah, ide brillian. Tapi bayarnya?”
“Tenang, boleh nyicil selama setahun.”
“Ajiiib.”

Baca Juga Artikel lainnya :


Tidak perlu menunggu hari Selasa depan, Setelah mengontak si sales, secepat kilat barang itu datang ke madrasah.
“Wah, Pak Kamad romantis sekali.” Ucap Bu Ida.
“Iya, so sweet. Suami sayang istri...” Tambah Bu Mirna.
Pak Kamad menanggapinya dengan tersenyum penuh syukur. Dalam hatinya bergumam,
‘Alhamdulillah... Semoga dengan panci serbaguna ini, Dik Imah bisa lebih bervariasi dalam memasak.’

Tiba di rumah, sang istri berdecak kegirangan. Malah hampir menitikkan air mata haru.
“Abaaaah... Ini apaan?” Ucapnya halus seraya membuka kardus panci serbaguna itu.
“Lho, kan di kardusnya sudah ada gambarnya, Mi.” Balas Pak Kamad.
“Ah, Abah jangan langsung kasih tahu gitu dong. Pura-pura buat kejutan gitu kali, Bah...”

Baca Juga Artikel lainnya :

“Coba aja dibuka, Mi. Kali aja isinya cincin sebesar rantai.” Goda Pak Kamad.
“Ya gak perlu berlebihan gitu juga, Bah.”

Mereka saling bertatapan dengan mesra. Sesimpul senyum saling dilayangkan. Bak Dewi Shinta dan Sang Rama. Duhhh.
“Waooo... Ini beneran Abah kasih ke Umi?” Tanya istri memastikan.
“Masak buat si Ozy, Mi?” Canda Pak Kamad.
“Makasih, Bah. Ini bisa sangat membantu Umi memasak aneka resep. Khususnya dari bahan tahu dan tempe.” Balas Imah.

“Hehe, iya, Mi. Mungkin setelah ini resep tahu tempenya bisa ala ala italian food gitu.” “Abah baik sekali. Betul, Bah. Biar gak bosen dengan menu itu itu saja.” Sejenak bulir air mata Imah menetes. Ia tahu pasti berapa harga panci serbaguna itu. Ia tak pernah meminta kado semewah ini. Ia hanya berharap sang suami ingat perayaan ulang tahun pernikahan. Harusnya itu saja. Tapi ternyata apa yang Pak Kamad berikan di luar perkiraannya. Imah tahu pasti harga barang ini sangat mahal untuk seorang guru honorer seperti suaminya.
“Abah sayang Umi. Selamat hari pernikahan kita, ya. Maaf, Abah masih jauh dari kata sempurna sebagai  seorang suami.”

Mendengar ucapan sang suami, Imah merasa tambah terharu. “Sudah, Bah... Jangan buat Umi tambah nangis karena terharu.”
Pak Kamad merasa lega dengan jawaban istrinya. Tak harus Imah tahu dengan sistem kredit atau kontan membayarnya. Senyum wanita yang dicintai itu lebih berharga bagi Pak Kamad.

“Bah... Uang belanja Umi gak kepotong setelah Abah ngredit panci serbaguna ini, kan? Iya kan, Bah?” Bisik Imah dengan tatapan setajam elang, namun masih dengan bulir air mata di pipi tersebab haru tadi.
Pak Kamad kaget, namun kagetnya tertutupi dengan tampang cengengesannya.
“Hehehe. Tentu tidak to, Mi...” Jawab Pak Kamad garuk-garuk kepala, “Ngomong-ngomong, kok Umi tahu Abah ambil panci ini kredit?”
“Umi kan tahu bulanan Abah berapa. Umi tahu kok sales merk yang sama pernah masuk nawari ke rumah per rumah di kampung ini. Mbak Yanti dan Bu Maya yang beli...” Balas Imah masih sendu.
“Ahhhhh... Tapi Umi percaya cinta Abah kontan seratus persen meskipun kadonya kreditan, kan?” Kembali Pak Kamad bercanda dengan wajah masih cengengesan.
“Abaaaaahhhhhhhh.”

(Bersambung)

www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
Jangan lupa baca artikel : KH. Ulil Albab Arwani pimpin Bimbingan Muqri' Yanbu'a

Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi Daftar Isi ]

Semoga bermanfaat dan jangan lupa  klik tombol like dan Share Terima Kasih
Baca selengkapnya ...

19 February 2019

Edisi Nomer Wahid

Kabarmadrasah.com - Edisi perdana cerita keluarga Pak Kamad, bernama asli Muhammad. Hanya karena pengaruh logat jawa yang kental, beliau lebih sering dipanggil Pak Kamad ketimbang bersusah Pak Muhammad. Ia seorang guru honorer di sebuah madrasah swasta, memiliki seorang istri yang kerap disapa Imah. Nama panjangnya Maimunah. Serta seorang putra yang duduk di kelas lima, Ozi. Si Ozi ini bersekolah di tempat yang sama seperti Pak Kamad mengajar.
     
http://www.kabarmadrasah.com/
Satu pagi di sebuah warung milik Mak Atun, Imah sedang memilih-milih lauk untuk di masak nanti.
      “Kok dipilah-pilih terus to, Mbak Imah? Nanti daganganku pada gembuk (baca;empuk, rusak)” Ucap Mak Atun.
        “Ini lho, Mak. Bingung... Antara pilih tempe atau tahu.” Tukas Imah.
Terdengar Mbak Yanti, Mbak Nana, Bu Maya sudah berebut antrian minta dihitung barang belanjaannya.
      “Aku ndang diitung, Mak. Ayam sekilo, apel sak bungkus, buah naga dua.” Ucap Mbak Yanti dengan alis bersulam dan kutek merah bersinar di ujung kukunya.
      “Aku daging kebo setengah kilo, buah pir, brambang bawang lombok, kecap sak botol.” Sahut Mbak Nana dengan mengibaskan tangan yang berhias gelang bak toko mas berjalan.

Tak kalah Bu Maya dengan guratan lipstik merah merona menyahut, “Aku juga buruan diitung, Mak. Cumi-cumi, semangka sak gelondhong, sosis satu bungkus, kulit pangsit, sama minyak goreng yang kemasan dua kilo.”
       “Sik to, sabar. Sesuai antrian.” Jawab Mak Atun, si pemilik lapak.

Dalam hati Imah bergumam, kapan suaminya memberikan uang belanja yang lebih agar dapat menikmati aneka lauk yang mungkin menikmatinya saja setahun sekali. Kalau bukan perayaan Idul Fitri, ya awal pembukaan bulan Ramadhan.
          Ketiga pembeli itu telah berbaur pulang. Sementara Mak Atun masih heran sama Imah.
         “Mbok ya ndang dipilih, Mah. Tempe ya enak, tahu ya mantep.”
        “Tempe saja, Mak. Tambah terasi seribu, ya! Di rumah lagi habis.”
      “Ndak sekalian satu kotak kecil ini terasinya? Kemasan ekonomis, lima ribu rupiah.” Rayu si penjual.
      “Seribu dulu, Mak. Nyambel buat dua hari cukup itu.”
      “Sayurnya? Bayem? Kangkung? Kol? Brokoli?”
      “Ramban di belakang rumah, Mak. Kangkung dan bayam yang ditanam Kang Kamad lumayan.” Balas Imah.
Pukul setengah dua siang di ruang makan kecil Pak Kamad. Olahantempe yang lezattersaji dari tangan Imah, Pak Kamad dan Ozi menyantap dengan lahap.
      “Mantap masakan Umi-mu ya, Le?” Tanya Pak Kamad.
      Si Ozi menjawab, “Betul, Bah. Kali ini dua menu lauknya. Kering tempe, sama mendoan.”
      “Alhamdulillaaah...” Ucap sang Abah.

Usai menyantap hidangan, si Ozi bergegas pamitan untuk berangkat ke madrasah diniyah. Sang Abah tadinya mengajak Ozi bareng, karena di madrasah diniyah itu pula Pak Kamad juga mengajar fiqih salaf. Tapi dengan alasan ingin mengendarai sepeda barunya lantaran begitu bersemangat, Ozi memilih berangkat lebih dulu.

Begitu Ozi menghilang dari pandangan, Imah berujar, “Kapan kita bisa memberi makanan yang bergizi buat Ozi ya, Bah... Tiap hari tahu tempe, gimbal ketela, perkedel ubi, sayur ramban. Jangan salahkan kalo Ozi itu otaknya ndak bisa kayak anak yang banyak makan keju to, Bah...”

Baca Juga Artikel lainnya :

Pak Kamad ini malah cengengesan. Bingunglah si Imah.
      “Abah kok ngguya-ngguyu, to... Kapan kita bisa membahagiakan Ozi layaknya anak-anak yang lain, Bah?” Dengan cubitan romantis mendarat di pinggang suami, Imah melanjutkan tanya.
      “Lha kok ndak diesemi ki piye to, Umi cantik?”
      “Ah, Abah ini. Kenapa tidak dijawab yang serius sih, Bah.”,
      “Lha ini serius. Begini istriku yang cuantiiikkk, sing ayune rak ketulungan. Sekarang saya tanya. Atas dasar apa mengukur kebahagiaan Ozi?”
      “Memberinya makanan bergizi juga termasuk, Bah.”
      “Opo tempe ndak bergizi?”
      “Tapi Ozi jarang makan ayam, Bah.”
      “Nek kajatan yo entuk ayam, to? Nek ada wali murid bernazar juga kadang ngasih ingkung ke guru madrasah, wong konco-konco guru juga ndak sedikit yang dibungkus karena sayang anak kok, Mi.” Jelas Pak Kamad. Tapi sang istri masih menjejal pertanyaan lagi.
      “Abah ini juga, ngasih sepeda Ozi kok dari pasar loak. Berarti cinta Abah ke Ozi sebatas barang bekas.”

      “Lho lho lho... Umi ndak lihat tadi ekspresi Ozi senangnya bagaimana? Ozi terlalu polos untuk menilai benda itu mahal atau tidak, anak kita masih buta dari hal yang bersifat materi. Jangan ajari anak untuk bangga dengan kemewahan.namun mengajarinya cukup dalam keterbatasanitu sing penting.  Ozi bersemangat naik sepeda baru rasa second. ”
      “Alaaah, Ilmu mantiq-nya sampeyan kok ya dipraktekkan buat debat sama istri to, Bah?” Cemberut si Imah.

      “Sini to, Cah Ayu... Ndangak menduwur kuwi biso ndadi’ake keliliben. Bersyukur Ozi sehat, minta nya ndak macem-macem. Dan yang paling penting kamu istri yang nomer wahid (baca;satu) ndak ada tandingannya.” Rayu Pak Kamad.

Sejenak Imah berpikir, “Sik sik, apa tadi Abah bilang? Nomer wahid? Berarti akan ada nomer Tsani, Tsalis, dan seterusnya, Bah?” Imah memukul-mukul punggung suaminya.
“Eh eh eh, Ini kok mukul-mukul mau ngaja "tanding" ya? Nanti malem wae, Mi... Abah musti berangkat ngajar diniyah ini” Canda Pak Kamad
“Abaaaahhhhhhhh”


(Bersambung)


by :




www.kabarmadrasah.com

Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
Jangan lupa baca artikel : KH. Ulil Albab Arwani pimpin Bimbingan Muqri' Yanbu'a

Untuk melihat lebih jauh tentang semua postingan blog kabarmadrasah ini,, silakan kunjungi Daftar Isi ]

Semoga bermanfaat dan jangan lupa  klik tombol like dan Share Terima Kasih
Baca selengkapnya ...
Designed Template By Blogger Templates - Powered by Kabarmadrasah.com